Omon-omon Soal Geopolitik
Laut tetap laut: sampe dilewatin kapal perang. Gunung tetap gunung: sampe ketauan ada nikel di bawahnya.
Geopolitik itu bukan urusan elite doang. Di atas kertas kelihatan kayak negosiasi antar negara, tapi di bawah, yg bergeser itu halaman rumah warga. Di atas dibilang kerja sama strategis, di bawah orang tanya: “Besok masih bisa mancing gak, atau udah jadi kawasan terbatas?” Geopolitik bukan cuma soal posisi negara, tapi posisi wajan, sumur, sawah, dan jalan kecil yg tiba-tiba dilewatin proyek entah siapa.
Buat yg hidup di bawah, geopolitik datangnya pelan tapi bikin sesak. Kadang bentuknya drone, kadang harga cabe. Kadang suara asing dari alat berat yg muncul duluan sebelum surat resmi. Negara bisa mesra sama siapa aja di panggung internasional, tapi di lapangan, warga tetap dihitung sbg variabel penghambat, atau paling banter: penonton.
Intinya: siapa yg geser tanah, siapa yg geser kuasa, dan siapa yg akhirnya disuruh geser diri. Mau disebut relasi antarnegara silakan, tapi dasarnya tetap sama: relasi antar niat, antar lapar, antar kepentingan yg dibungkus sopan. Dunia ini bukan soal siapa temenan dgn siapa, tapi siapa yg diem-diem gak rela ladang sebelah masih subur.
Geopolitik itu kayak main catur pake peta dunia. Tapi tiap langkah dibayar pake minyak, gandum, atau satu desa yg tiba-tiba hilang dari peta. Kadang langkah itu bukan buat menang, tapi buat ganggu fokus yg lain. Gak semua intervensi pake tank. Kadang cukup pake proyek, atau janji, atau utang jangka panjang yg bunganya makan tiga generasi.
Laut tetap laut—sampe dilewatin kapal perang. Gunung tetap gunung—sampe ketauan ada nikel di bawahnya. Tempat-tempat yg dulunya dianggap sunyi, tiba-tiba jadi rebutan. Bukan karna indah, tapi karna menguntungkan. Dan waktu yg megang peta udah tentuin arah, yg tinggal di titik-titik itu seringnya cuma dikasih dua opsi: ikut atau tersingkir.
Di level atas, geopolitik dibahas sambil senyum. Sambil pamer aliansi, sambil angkat bendera. Tapi di bawah, bentuknya bisa jadi ekskavator, pangkalan militer, kontrak investasi, atau harga bahan pokok yg naik pelan-pelan. Dan warga sering baru sadar setelah semuanya disepakati: “Kok ruang gerak makin sempit, ya?”
Jadi kalo satu negara tiba-tiba mesra dgn negara lain, jangan buru-buru seneng. Liat dulu siapa yg pegang pulpen, siapa yg bawa peta, dan siapa yg cuma disuruh tanda tangan di halaman belakang. Dalam geopolitik, gak semua senyum artinya temenan. Dan gak semua yg dateng bawa nasi, niatnya buat makan bareng. Kadang cuma mau nyuap sekali, abis itu minta bayar seumur hidup.